KINERJAEKSELEN.co, Jakarta – Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang disahkan DPR pada 20 Maret 2025 memang menuai banyak kontroversi, terutama terkait kekhawatiran bahwa Indonesia bisa kembali ke era Orde Baru dengan kembalinya Dwifungsi ABRI.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur [Menkoinfra] Agus Harimurti Yudhoyono [AHY] menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia [RUU TNI] tidak akan membawa Indonesia kembali ke era Orde Baru, atau menghidupkan kembali konsep Dwi Fungsi ABRI.
“ Saya tahu ada kekhawatiran di masyarakat terkait RUU TNI ini, terutama anggapan bahwa aturan ini akan membawa kita kembali ke Orde Baru,” kata AHY di Jakarta, Sabtu [22/3/2025], dikutip dari Kompas.com
Menurut AHY, kalau dibaca baik-baik, tidak ada yang mengarah ke sana [Orde Baru, red].
Ketua Umum Partai Demokrat ini juga memperjelas, batasan peran TNI dalam menjalankan tugas-tugasnya, baik dalam operasi militer, perang, maupun operasi selain perang.
Aturan ini, kata AHY, juga memberikan koridor yang lebih spesifik terkait di mana TNI dapat berperan di lembaga pemerintahan.
“ Koridornya sudah jelas, ada 10 plus 5 lembaga yang bisa dimasuki oleh TNI dalam batasan tertentu. Ini sangat relevan dengan peran dan tugas TNI,” terang AHY.
AHY menambahkan, dalam RUU TNI juga mengusulkan perubahan usia pensiun, yang disesuaikan dengan perkembangan organisasi dan kebutuhan pertahanan nasional.
Sebut AHY, bahwa perubahan ini perlu dikaji secara mendalam agar tetap relevan dengan kondisi saat ini.
“ Ada konsekuensi dari perubahan usia pensiun di tubuh militer. Kita melihat pentahapan dan stratifikasinya, dari 60 ke 63 tahun, sesuai dengan peran yang ada,” jelas dia.
Perubahan ini, kata AHY, tidak hanya berkaitan dengan aspek internal TNI, tetapi juga mempertimbangkan kebutuhan negara dalam menghadapi tantangan keamanan dan pertahanan ke depan.
AHY kembali menegaskan, bahwa RUU TNI tetap berfokus pada profesionalisme dan modernisasi TNI.
“ Saya melihat tidak ada indikasi Dwi Fungsi ABRI dalam aturan ini. Jika kita teliti lebih jauh, RUU ini justru menegaskan bahwa TNI memiliki peran yang spesifik sesuai dengan tugasnya dalam menjaga keamanan negara, baik dalam perang maupun operasi lainnya, seperti penanggulangan bencana atau pengendalian penyakit,” paparnya.
Terkait hal ini, ujar AHY, pentingnya dibangun komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat untuk menjelaskan substansi RUU TNI agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
“ Penting bagi pemerintah dan TNI untuk menjelaskan kepada masyarakat bahwa RUU ini bertujuan membangun TNI yang profesional, modern, dan siap menghadapi tantangan zaman, bukan untuk kembali ke era Orde Baru,” tutupnya.
Pandangan senada juga disampaikan Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto.
Utut menyatakan bahwa RUU ini tidak bertujuan memutar balik reformasi, melainkan untuk memperbaiki peran TNI dengan konsep keadilan dan menyesuaikan usia pensiun prajurit agar setara dengan ASN.
Ia menegaskan bahwa “jarum jam tidak bisa diputar kembali” ke Orde Baru, mengingat perubahan sosial dan politik yang telah mengakar.
Menurut Utut, kekhawatiran masyarakat sipil bahwa RUU ini akan mengembalikan dwifungsi TNI atau mengarah pada militerisme seperti era Orde Baru tidak beralasan.
Ia sering menggunakan pernyataan bahwa “kita tidak bisa memutar balik jarum jam” untuk menegaskan bahwa kondisi zaman telah berubah, dan semangat reformasi tetap menjadi landasan dalam penyusunan regulasi ini.
Utut juga menjelaskan bahwa revisi ini bertujuan memperjelas tugas TNI, seperti dalam penyesuaian lingkup tugas di Pasal 47, batas usia pensiun di Pasal 53, serta kedudukan TNI di Pasal 3, tanpa mengganggu tata kelola sipil atau demokrasi.
[ editor Jagad N]