Opini  

Bansos Jokowi Mengecewakan, Masyarakat Terpinggirkan: BLT Rp 400.000 Tidak Cukup !

Foto ilustrasi

Oleh: Achmad Nur Hidayat, MPP | Ekonom & Pakar Kebijakan Publik UPNVJ, CEO Narasi Institute

Pemerintah Jokowi memberikan bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp 400.000. Meskipun BLT dimaksudkan untuk mempertahankan daya beli masyarakat, dianggap tidak cukup kuat untuk menangani pelemahan ekonomi dan penurunan daya beli masyarakat.

BLT sebesar Rp 400.000 hanyalah upaya mengantisipasi inflasi dan tidak memberikan solusi yang memadai dalam situasi di mana harga kebutuhan pokok terus meningkat, seperti harga beras, yang merupakan makanan pokok bagi banyak keluarga, serta biaya sewa rumah yang cenderung naik.

Sebagai informasi tambahan, penurunan daya beli masyarakat telah dipengaruhi oleh inflasi sebelum penerapan BLT ini.

Hal ini diperparah dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada kuartal III 2023 hanya mencapai 4,94%, meleset dari target pemerintah yang seharusnya di atas 5%. Dalam situasi dan kondisi ekonomi yang sulit ini, BLT sebesar Rp 400.000 dianggap sebagai tindakan yang belum mencukupi.

Penting untuk memahami bahwa BLT seharusnya menjadi bantuan yang signifikan dan efektif dalam menanggulangi pelemahan daya beli masyarakat.

Dalam hal ini, banyak ekonom berpendapat bahwa jumlah BLT yang diberikan pemerintah seharusnya ditingkatkan menjadi sekitar Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta per keluarga. Angka ini didasarkan pada perhitungan kelompok masyarakat berpenghasilan sangat rendah, yang memiliki penghasilan bulanan kurang dari Rp 3 juta.

Selama ini, BLT masih disalurkan kepada kelompok masyarakat yang sebenarnya tidak tergolong sebagai kelompok paling membutuhkan. Oleh karena itu, data penerima BLT mungkin perlu diperbarui agar hanya kelompok masyarakat yang paling miskin dan rentan yang menerimanya.

Ini akan memastikan bahwa dana yang dialokasikan untuk bantuan sosial benar-benar mencapai sasaran yang diinginkan, yaitu membantu mereka yang membutuhkan bantuan ini secara kritis.

Namun, peningkatan jumlah BLT saja belum cukup untuk menyelesaikan masalah daya beli masyarakat yang lemah. Pendekatan yang lebih komprehensif diperlukan. Dalam konteks ini, Konsep “growth through equality” atau pertumbuhan melalui kesetaraan menjadi sangat relevan.

“Trickle-down effect” atau konsep pertumbuhan dengan distribusi merata saja ternyata tidak cukup efektif. Sebuah pendekatan yang lebih berfokus pada pemberdayaan mereka yang lemah adalah langkah yang lebih bijak.

Distribusi sumber daya dan peluang yang merata, serta pemberdayaan ekonomi di desa dan perbatasan, adalah kunci untuk mengatasi masalah ekonomi dan kemiskinan ini.

Selain itu, pemerintah perlu berkomitmen untuk memastikan bahwa dana yang dialokasikan untuk bantuan sosial mencapai kelompok masyarakat yang paling membutuhkan dan rentan.

Dalam situasi di mana harga-harga kebutuhan pokok terus meningkat, langkah-langkah ini menjadi penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Dengan demikian, BLT sebesar Rp 400.000 yang diberikan oleh pemerintah Jokowi memang telah mengecewakan banyak kalangan.

Namun, langkah-langkah yang lebih efektif dan berkelanjutan harus diambil, termasuk peningkatan jumlah BLT, pembaruan dalam pendekatan penyaluran bantuan sosial, dan fokus pada pemberdayaan ekonomi yang merata.

Ini adalah langkah yang perlu diambil untuk memastikan bahwa masyarakat Indonesia benar-benar dapat meningkatkan kualitas hidup mereka dan mencapai stabilitas ekonomi yang lebih berkelanjutan.

 

banner 400x130

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *