KINERJAEKSELEN.co, Jakarta – Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir (PRTRN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nanda Nagara mengatakan, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) nomor 7 yang diadopsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah energi bersih dan terjangkau. Pada 2030, negara berkembang diharapkan memiliki infrastruktur untuk menyediakan energi ramah lingkungan.
Hal ini menyikapi peningkatan kebutuhan energi seiring pertumbuhan penduduk yang menuntut pemanfaatan sumber energi berkelanjutan.
“Semakin bertambahnya jumlah penduduk, semakin majunya teknologi, kebutuhan listrik semakin meningkat. Apa yang harus dilakukan? Ketika sumber daya energi kita terbatas dan hanya mengandalkan sumber daya energi dari fosil atau minyak bumi, gas alam, batu bara, yang masa pakainya terbatas,” tutur Nanda dalam sesi edukasi siswa SMA Negeri 19 Bandung, di Bandung, Kamis (20/2).
Nanda menjelaskan, ada tiga fokus dalam SDGs nomor 7. Pertama, menjamin akses energi terjangkau, andal, dan modern bagi semua. Kedua, meningkatkan pangsa energi terbarukan dalam bauran energi global. Dan ketiga, menggandakan tingkat peningkatan efisiensi energi global.
Indonesia, lanjut dia, memiliki potensi besar dalam energi bersih dan terjangkau. Data Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) 2023 menunjukkan, Indonesia memiliki potensi besar energi terbarukan hingga 417,8 GW. Tapi yang sudah dimanfaatkan baru 2,5 persen atau sekitar 10,4 GW.
Potensi energi terbarukan yang ada di Indonesia seperti arus laut, bayu (angin), panas bumi, hidro, bioenergi, dan surya.
Dukungan dari pemerintah yang dilakukan seperti dukungan penelitian dan pengembangan, pengembangan teknologi agar kompetitif, insentif untuk menarik investor, dan perbaikan regulasi. Hal-hal tersebut yang perlu didukung pemerintah agar potensi besar ini bisa optimal.
“Salah satunya peran BRIN di sini adalah dalam hal penelitian dan pengembangan,” ujar Nanda.
Nanda mengingatkan bahwa kebutuhan energi primer di Indonesia dipenuhi dari sumber fosil seperti minyak bumi, batu bara, dan gas alam. Penambangan sumber energi ini menyebabkan perubahan ekosistem dan kerusakan lingkungan. Aktivitas pertambangan meningkatkan emisi karbon dioksida, menghasilkan hujan asam, menipiskan lapisan ozon, dan meningkatkan efek rumah kaca.
Konsumsi energi terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi. Pemerintah perlu mempertimbangkan sumber energi lain untuk menjamin ketahanan energi, menjaga lingkungan, dan mengurangi dampak negatif.
“Kerusakan apa saja yang bisa timbul? Kerusakan lingkungan salah satunya dari penambangan energi fosil dapat merusak ekosistem dan meningkatkan emisi karbon. Ketergantungan fosil, konsumsi energi terus meningkat, sementara cadangan energi fosil menipis,” ujarnya.
Energi alternatif selain energi fosil diperlukan untuk menjamin keberlanjutan energi di masa mendatang. Energi baru dan energi terbarukan memiliki dampak rendah dan menjamin keberlanjutan.
[Sumber: BRIN]