KINERJAEKSELEN.co, Badung [Bali] – Asosiasi Pengusaha Daging dan Ternak atau Aspendak Bali bersama Asosiasi Pengirim Sapi Bali (APSB) mengadakan pertemuan, karena adanya kesamaan visi antar asosiasi dalam hal pengendalian, baik itu jumlah populasi, harga maupun pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak, seperti sapi dan babi.
“Kesamaan visi inilah nantinya lebih banyak harus diaktualisasikan, salah satu contohnya adalah dengan percepatan penanganan bio-security terhadap kendaraan pengangkut ternak yang keluar masuk Bali, sehingga apa yang selama ini dikhawatirkan oleh pemerintah, akan merebaknya penyebaran PMK di Bali serta penyakit lainnya bisa ditanggulangi. Disinilah peran Aspendak dalam membantu pemerintah mengendalikan PMK,” kata Ketua Aspednak Bali, Made Ray Sukarya di Badung, Selasa, 18 Oktober 2022.
Ray Sukarya berharap, nantinya, baik itu pengirim, peternak maupun pihak pembeli diluar Bali itu menjadi lebih teratur, sehingga diharapkan iklim usaha lebih bagus lagi. Dan yang tidak kalah penting, masyarakat juga mendapatkan bahan makanan berupa ternak yang lebih sehat dan lebih terjamin kesehatannya.
“Jadi, masyarakat bisa mendapatkan daging yang lebih sehat khan. Kalau ini tidak diawasi, jangan-jangan masyarakat dapat dagingnya yang tidak sehat. Nantinya diharapkan yang paling menikmati keuntungan ini diharapkan peternak paling bawah di Bali ini yang harus kita selamatkan,” kata Ray Sukarya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Pengirim Sapi Bali (APSB), Komang Mahendra Wistawan menyambut baik kesepakatan antara dua asosiasi terkait adanya biosecurity di Gilimanuk, karena hal tersebut merupakan kewajiban yang dibebankan pengusaha untuk melakukan biosecurity.
“Kami sudah menyepakati untuk melakukan itu. Selain berfungsi sebagai pengendalian kesehatan hewan, dilain sisi, hal ini bisa menjadi fungsi pengendalian harga. Karena selama ini, dalam hal penentuan harga, pengusaha atau peternak tidak mendapatkan harga yang layak di tingkat petani, karena aktivitas pengeluaran hewan potong, baik itu sapi atau babi tidak terkendali jumlah maupun kebutuhan,” jelasnya.
Kelemahannya, disebutkan saat kebutuhan terbatas dikirim atau diantar pulaukan dalam jumlah banyak akan juga mempengaruhi harga, sehingga peternak tidak mendapatkan harga yang layak. “Dari sini kita juga memberikan potensi pengendalian buat kita selaku pengusaha diberikan kesempatan untuk mendiskusikan kapan potensi yang harus kita kirim dalam jumlah tertentu sehingga harga menjadi layak,” paparnya.
Oleh karena itu, Mahendra Wistawan berharap, dengan adanya kesepakatan dua asosiasi ini bisa menjaga Bali terbebas dari PMK dengan kewajiban biosecurity. Dilain sisi, menurutnya, populasi ternak juga bisa terkontrol dengan pengendalian distribusi antar pulau, baik itu sapi maupun babi, sehingga potensi jatuhnya harga bisa menjadi fungsi yang lain, selain mencegah kasus penularan PMK.
“Kami berharap, ada dukungan dari pemerintah selaku regulator dan juga ada fungsi pengawasan buat eksekutif serta pendampingan oleh pihak kepolisian, yang mana kepolisian diharapkan membantu kami untuk mengawasi lalu lintas hewan ternak yang ada di Gilimanuk. Kami juga berharap, karantina sebagai ujung akhir pengawasan lalu lintas hewan ternak,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Bali, IGK. Kresna Budi mendukung terjadinya pertemuan dua asosiasi ini lantaran mereka sudah mengetahui kewajiban menjaga Bali.
“Dalam hal ini, kami Kami di legislatif sangat mendukung hal ini terjadi. Demikian juga,
didukung aparatur pemerintah atas kesepakatan dua asosiasi,” jelasnya.
Selama ini disebutkan tanpa pengendalian yang baik, maka peternak terbawah yang paling banyak dirugikan.
“Untuk itu, perlu diatasi, pertama, permasalahan pengendalian PMK dan kedua, pengendalian lalu lintas ternak yang menjadikan dan bisa menikmati harga yang layak,” pungkas Kresna Budi.
[mrs/red]