Pakar Hukum soal demam Capres: Jangan Terjebak Populisme dan Memundurkan Demokrasi Indonesia

Foto ilustrasi

KINERJAEKSELEN.co, Jakarta – Perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) masih dua tahun lagi, namun dinamika politik sudah menghangat.  Sejumlah lembaga survey sudah  menyajikan hasil popularitas dan elektabilitas Calon Presiden (Capres), mulai dari sosok yang berlatar belakang militer, lalu dari kalangan menteri Kabinet Jokowi-Amin, serta tokoh-tokoh baru berlatar belakang Kepala Daerah. Demam Capres kini menjadi suatu tantangan dalam demokrasi liberal yang terjadi di Indonesia.

Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Satria Unggul Wicaksana mengatakan, gejala populisme menjadi suatu tantangan yang perlu mendapat perhatian serius.

“Gejala populisme menjadi sesuatu yang perlu mendapatkan perhatian serius dan keterkaitan dengan situasi demokrasi dewasa ini,” kata Satria beberapa waktu lalu, dikutip dari umsurabaya.

Menurut Satria, perkembangan teknologi yang didukung dengan infrastruktur media sosial dan dukungan konstituen militan yang sering disebut sebagai buzzer,  menjadikan banyak tokoh yang lebih memilih gimik politik daripada mengedepankan narasi dan gagasan dalam menyelesaikan berbagai persoalan kebangsaan, mulai dari: kesejahteraan masyarakat, pendidikan, kesehatan, hubungan luar negeri yang baik, hingga pertumbuhan ekonomi, serta jaminan dan perlindungan hak asasi manusia warga negara.

Satria menjelaskan populisme dan demokrasi akan menjadi sebuah diskursus yang menarik.

“Populisme membuat demokrasi elektoral menjadi jalan mundur (democracy setback), perdebatan yang tidak produktif, tendensius, dan menebalkan politik identitas,”ujar Satria yang juga merupakan Direktur Pusad Studi Anti-Korupsi UM Surabaya.

Menurutnya lagi, bekerjanya pemimpin populis justru menghadirkan pemimpin yang menyemai otoritarianisme, narsis, dan menegasikan kelompok minoritas.

“ Perlu resolusi politik menguatkan kesadaran elektoral, bahwa pemimpin yang populis saja tidak cukup, namun keberpihakan yang dibarengi dengan moral politik yang kuat, serta transparan dan akuntabel kedepan akan menguatkan demokrasi bagi tokoh-tokoh yang akan berlaga pada Pilpres 2024 mendatang, serta bagi parta politik pendukungnya,” tegasnya.

“Harapannya demam Capres 2024 mendatang tidak terjebak pada populisme dan memundurkan demokrasi Indonesia,”pungkasnya.

[sur/red]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *