KINERJAEKSELEN.CO, Kupang – Pihak Yayasan STIKES Maranatha Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), melalui Ketuanya Stefanus Ki’ik bersama Ketua Dewan Pembina Yayasan Maranatha, Semuel Selan, dan staf, saat ini menanti realisasi dana bantuan beasiswa tahap III dari pemprov NTT untuk 157 mahasiswa tidak mampu.
Hal ini terungkap saat jumpah pers dikampus STIKES Maranatha, Sabtu ( 27/8/2022), dimana bantuan ini merupakan kerja sama antara STIKES Maranatha dengan Pemprov NTT.
Disebutkan bahwa hingga pertengahan tahun 2022, belum ada realisasi beasiswa untuk tahap III, sehingga para mahasiswa tersebut terancam tidak dapat menyelesaikan kuliah.
Terkait hal ini, Ketua STIKES bersama Ketua Dewan Pembina Yayasan Maranatha, Drs Semuel Selan, mengharapkan Pemprov NTT agar segera menindaklanjuti MoU yang telah disepakati, melalui pencairan dana beasiswa untuk 157 mahasiswa.
Menururut Stefanus, pihak Pemprov NTT terkesan melakukan pembiaran terhadap kesepakatan MOU, termasuk menindaklanjuti tanggung jawab terkait bantuan beasiswa kepada mahasiswa tersebut.
Dirinya menegaskan , kesepakatan MOU antara Pemprov NTT bersama Yayasan Maranatha terkait bantuan dana beasiswa ini, sudah dilakukan sejak tahun 2019 dan berlaku hingga 2024.
Dijelaskan bahwa dalam perjanjian tersebut, disepakati pihak Pemprov NTT membiayai 157 mahasiswa yang tidak mampu, yakni D3 keperawatan 81 orang, D3 Kebidanan 22 orang dan S1 Keperawatan 54 orang untuk melanjutkan studinya di STIKES Maranatha.
Faktanya sejak program ini berjalan, sudah dilakukan dua kali pencairan oleh Pemprov NTT, yakni tahun 2020 dengan nilai Rp 1.750.000.000 untuk tahap pertama dan Rp 2.000.000.000 pada tahun 2021 untuk tahap kedua.
Proses selanjutnya sampai tahun 2022, pihak Pemprov tidak lagi melanjutkan program bantuan beasiswa tersebut, tanpa menjelaskan alasan yang sebenarnya.
Masalah ini sudah dilakukan konfirmasi dari pihak yayasan, namun belum ada kejelasan.
“ sudah berulang kali kami mencoba untuk mendatangi Pemprov NTT, untuk pertanyakan apa kendalanya, sehingga sampai hari ini belum ada kepastian soal pencairan dana bantuan tahap III. Kalau dihitung sudah 6 kali kami mendatangi kantor gubernur,” kata Semuel Selan.
Dirinya kuatir, jika tidak ada kejelasan soal realisasi beasiswa tersebut, maka dikuatirkan para mahasiswa ini akan kesulitan melanjutkan studinya.
“ Jika hanya satu atau dua anak saja, mungkin saya bisa bantu, tapi ini sebanyak 157 orang. Lalu saya harus bagaimna? Apalagi sebagian mahasiswa sudah praktik dan sebagian mau wisuda,” keluh Semuel.
Bagi Selan, konfirmasi pihaknya ke Pemprov NTT, bukan berarti yayasan sedang mengemis. Tapi yang kami lakukan adalah sesuai perjanjian kerja sama yang dilakukan kedua belah pihak.
“ Jadi kami bukan mengemis atau kesannya meminta, tapi karena sudah ada MoU-nya, maka kami minta pertanggungjawabannya,” kata Semuel.
Selain meminta pertanggungjawaban Pemprov NTT, pihaknya berharap agar ada ruang dialog dengan pihak yayasan untuk menyelesaikan masalah ini.
Sebab jika dibiarkan lanjut Selan, akan berdampak buruk bagi kelanjutan studi para mahasiswa.
“Pak Guberbur tolong diberikan waktu agar sekiranya kita bisa bertemu untuk sama-sama mencari solusi. Kasihan mahasiwa, mereka jadi taruhan,” ungkap Semuel.
Sementara itu informasi terbaru yang diterima media ini menyebutkan, saat ini STIKES Maranatha sudah melakukan kerja sama dengan negara Arab Saudi dan Jepang dengan mengirim tenaga perawat, yakni satu orang ke Arab Saudi dan 4 ke Jepang.
[DA/red]