Puasa dan Nilai-nilai Kemanusiaan

CEO Kinerja Group Risdiana Wiryatni

Catatan: Risdiana Wiryatni *)

Tidak terasa kita telah memasuki hari ke 11 ibadah puasa. Dalam menjalankan puasa, kita harus memahami hikmah puasa agar kita dapat menjalankan ibadah ini dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.

Puasa memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang mendalam, seperti empati, kepedulian sosial, dan pengendalian diri. Puasa juga dapat meningkatkan rasa kemanusiaan dan menumbuhkan semangat kemanusiaan dalam diri umat Islam.

Nilai-nilai kemanusiaan dalam berpuasa, khususnya dalam konteks agama seperti Islam, memiliki dimensi yang sangat kaya dan mendalam. Berpuasa tidak hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih jiwa, memperkuat empati, dan membangun hubungan yang lebih baik dengan sesama manusia

Puasa mengajarkan umat Islam untuk berempati terhadap penderitaan orang-orang yang kekurangan. Dengan berpuasa, seseorang merasakan langsung bagaimana rasanya lapar dan haus. Ini mendorong rasa empati terhadap orang-orang yang kurang mampu atau hidup dalam kekurangan. Pengalaman ini mengajarkan untuk lebih peduli dan berbagi dengan sesama, misalnya melalui sedekah atau membantu yang membutuhkan.

Puasa melatih seseorang untuk mengendalikan nafsu, baik itu nafsu makan, amarah, maupun keinginan berlebihan. Nilai ini mencerminkan kemanusiaan karena dengan pengendalian diri, seseorang dapat menghindari perilaku yang merugikan orang lain dan menjaga harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam berpuasa, seseorang diharapkan menjalaninya dengan ikhlas dan jujur, meskipun tidak ada yang mengawasi secara langsung. Ini memperkuat integritas pribadi, yang merupakan nilai kemanusiaan penting untuk membangun kepercayaan dalam hubungan antarmanusia.

Puasa juga mengajarkan untuk hidup sederhana dan tidak berlebihan, baik dalam konsumsi makanan maupun gaya hidup. Nilai ini mendorong manusia untuk menghargai apa yang dimiliki dan tidak terjebak dalam materialisme, sehingga tercipta keadilan sosial.

Puasa sering dilakukan secara kolektif, seperti dalam bulan Ramadan, di mana umat berbagi pengalaman yang sama. Hal ini mempererat tali persaudaraan, saling mendukung, dan menciptakan rasa kebersamaan yang menjadi inti dari kemanusiaan

Menahan diri dari makan, minum, dan emosi negatif selama berpuasa melatih kesabaran. Kesabaran ini kemudian tercermin dalam sikap toleran terhadap orang lain, bahkan dalam situasi sulit, yang merupakan wujud nyata dari nilai kemanusiaan.

Secara keseluruhan, berpuasa bukan hanya ibadah ritual, tetapi juga sarana untuk membentuk karakter manusia yang lebih baik, yang peduli pada kesejahteraan bersama dan menghormati harkat martabat manusia lainnya.

Nilai kemanusiaan dari ibadah puasa yang pertama adalah mempererat silahturahim antara sesama manusia. Suasana menjalin silahturahim umat terasa erat saat Ramadhan. Di setiap masjid menyediakan buka puasa bersama, memberi takjil gratis, suasana yang amat mengharukan sepanjang puasa Ramadhan. Kedua, adalah melatih hidup sederhana. Orang yang berpuasa akan merasakan perihnya perut yang kosong dan menggugah hatinya hidup dengan kesederhanaan. Ketiga, nilai kemanusiaan ibadah puasa adalah melatih agar berhati-hati dalam berbuat, selalu menjaga perkataan, ucapan dan perbuatan yang menyakiti sesama. Ibadah puasa Ramadhan menjadi sempurna apabila manusia menjauhi perbuatan haram yang dapat dilihat, didengar, dan diucapkan, menghindari dosa seperti bergunjing, berkata kotor, berbohong. Keempat, Ibadah puasa Ramadhan membangkitkan kepedulian terhadap sesama, peka dan peduli terhadap yang kurang beruntung.

Puasa bisa menjadi cara yang efektif untuk melatih keikhlasan karena ibadah ini tidak bisa dipamerkan kepada orang lain. Saat kita berpuasa, tidak ada yang tahu apakah kita benar-benar menahan lapar dan haus kecuali diri kita sendiri dan Sang Maha Sempurna. Ini mengajarkan kita untuk melakukan sesuatu bukan karena ingin dilihat atau dipuji orang lain, tetapi karena niat yang tulus. Selain itu, puasa juga melatih kita untuk mengendalikan diri dan tidak hanya mengikuti keinginan fisik semata.

Keikhlasan dalam berpuasa berarti menjalankan ibadah puasa semata-mata karena Allah, tanpa mengharapkan pujian atau pengakuan dari orang lain. Ini adalah konsep inti dalam Islam, di mana niat yang tulus menjadi penentu diterimanya suatu amal ibadah. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah (2:183) bahwa puasa diwajibkan untuk meningkatkan ketakwaan, dan ketakwaan ini sangat terkait dengan keikhlasan hati.

Secara praktis, keikhlasan dalam berpuasa bisa tercermin dari:

Menahan diri dari makan, minum, dan hawa nafsu bukan hanya secara fisik, tetapi juga menjaga hati dan pikiran dari hal-hal negatif seperti ghibah (menggunjing) atau riya (pamer).

Melakukan puasa dengan penuh kesadaran bahwa ini adalah bentuk ketaatan kepada Allah, bukan sekadar tradisi atau tekanan sosial.

Tidak mengeluh atau memperlihatkan kesulitan puasa demi mencari simpati orang lain.

Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” Ini menegaskan bahwa keikhlasan adalah kunci utama dalam meraih keberkahan puasa.

Pesan utama dari ibadah puasa Ramadhan adalah setara spiritual ketuhanan dan kemanusiaan. Esensi ajaran Islam adalah kasih sayang, ramah dan menaruh perhatian besar akan kelangsungan hidup manusia serta pemeliharaan peradaban manusia di muka bumi. Islam memposisikan setara relasi dengan Tuhan dan relasi dengan sesama manusia. Dalam prakteknya, ditemukan dalam ibadah puasa Ramadhan.

*) CEO Kinerja Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *