KINERJAEKSELEN.co, Jakarta – Kebijakan pemerintah tetap menaikkan harga bahan bakar minyak [BBM] di tengah kondisi masyarakat yang masih mengalami kesulitan ekonomi sebagai dampak Covid-19, menuai banyak kritikan.
Kebijakan menaikkan harga BBM, dinilai sebagai bentuk ketidak pekaan pemerintah terhadap kondisi masyarakat saat ini.
Menurut anggota DPD RI Fahira Idirs, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, mengabaikan psikologis rakyat yang saat ini sedang tertatih dan bangkit dari hantaman badai Covid-19.
Fahira berujar, sebuah kebijakan atau keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, apalagi memiliki dampak yang besar dan beruntun di segala bidang kehidupan, tidak semata-mata hanya didasarkan soal hitung-hitungan ekonomi saja, tetapi harus menjadikan psikologis rakyat sebagai salah satu parameter.
Sebut dia, selain sektor kesehatan terutama dalam pengendalian pandemi, situasi di berbagai bidang kehidupan masyarakat masih tertatih.
“ Rakyat saat ini masih dalam tahap mengumpulkan tenaga, energi, semangat dan berupaya memaksimalkan potensi yang dipunyainya untuk memulihkan diri setelah dihantam badai dahsyat pandemi Covid-19,” kata Fahira Idris, Sehin (5/9/2022).
Seharusnya, kata dia, pemerintah fokus memformulasikan berbagai kebijakan yang mempermudah rakyat untuk bangkit agar ekonomi nasional kembali tumbuh.
“ Situasi saat ini sama sekali tidak tepat menaikkan harga BBM bersubsidi,” ujarnya
Fahira mengatakan, bahwa pandemi Covid-19 memang sudah terkendali, tetapi dampaknya masih sangat terasa menyulitkan kehidupan rakyat, mungkin hingga beberapa tahun mendatang.
“ Belum lagi jika melihat situasi ekonomi nasional yang juga masih tertatih, ditambah kondisi sosial, politik dan hukum yang saat ini masih menjadi sorotan tajam publik luas,” tuturnya.
Menurut senator DKI Jakarta ini, menaikkan harga BBM bukan hanya menambah beban hidup, tetapi meningkatkan tensi rakyat terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Kata dia, seharusnya situasi-situasi seperti ini dihindari oleh pemerintah.
Terkait BBM bersubsidi, Fahira mengatakan, prioritas pemerintah saat ini idealnya bukan menaikkan harga, tetapi segera merampungkan aturan teknis ketentuan kelompok masyarakat yang berhak untuk menggunakan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite.
“ Sat ini, aturan teknis terutama Pertalite belum ada, sehingga penyalurannya tidak tepat sasaran atau masyarakat mampu leluasa menikmati BBM subsidin. Jika aturan teknis ini disempurnakan, kata dia, maka penyaluran BBM bersubsidi akan lebih tepat sasaran sehingga tidak terlalu membebani APBN,” ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, yang tidak kalah penting adalah efektivitas pengawasan penyaluran BBM subsidi, yaitu dengan memperkuat peran pemerintah daerah dan penegak hukum terutama dengan penggunaan IT yang paling mutakhir.
Jika ada pelanggaran dalam penyaluran, maka harus ada sanksi tegas yang menjerakan sehingga tidak berulang. Dia menegaskan menaikkan BBM bersubsidi mungkin menjadi solusi bagi pemerintah. Namun, bagi rakyat, hal itu menjadi sumber persoalan baru.
“Jika saja aturan teknis ketentuan kelompok masyarakat yang berhak untuk menggunakan jenis BBM terutama BBM bersubsidi sudah disiapkan pemerintah dan diimplementasikan dengan baik, maka tidak akan terlalu membebani APBN dan opsi menaikkan harga tidak perlu diambil,” tandas Fahira Idris.
[nug/red]