Puasa Sebagai Sarana Mengupdate Diri

Syahril Syam, ST., C.Ht., L.NLP

Oleh: Syahril Syam

Penelitian terbaru dalam ilmu saraf menunjukkan bahwa otak kita dapat berubah hanya dengan berpikir. Artinya, setiap kali kita memusatkan perhatian pada sesuatu, kita sebenarnya sedang melatih dan membentuk pola di dalam otak kita. Coba tanyakan pada diri sendiri: Apa yang paling sering kita pikirkan dan latih dalam pikiran kita setiap hari? Apakah kita secara sadar mengarahkan pikiran dan tindakan kita, atau semuanya berjalan begitu saja tanpa kita sadari? Apa pun jawabannya, satu hal yang pasti – setiap pikiran yang terus-menerus kita ulangi akan semakin menguat dalam otak kita, membentuk siapa diri kita. Jadi, berhati-hatilah dengan apa yang kita perhatikan dan pikirkan, karena itulah yang akan membentuk realitas dan identitas kita di masa depan.

Otak manusia memiliki kemampuan luar biasa untuk mengatur perhatian dan fokusnya, terutama melalui lobus frontal. Bagian ini berperan seperti pengatur volume yang bisa mengecilkan, bahkan mematikan, rangsangan dari tubuh, lingkungan sekitar, dan kesadaran akan waktu.

Penelitian terbaru dengan teknologi pemindaian otak menunjukkan bahwa ketika kita benar-benar tenggelam dalam fokus dan konsentrasi, bagian otak yang berhubungan dengan persepsi waktu, ruang, serta sensasi tubuh menjadi lebih tenang. Ini berarti kita bisa membuat pikiran kita lebih nyata daripada apa pun di sekitar kita, dan otak akan mencatat pengalaman itu di dalam jaringannya. Dengan melatih keterampilan ini, kita bisa mulai mengubah pola di otak kita, yang pada akhirnya akan membantu kita mengatur ulang cara berpikir dan menciptakan perubahan dalam hidup kita.

Penelitian menunjukkan bahwa jika kita ingin mengubah cara kerja otak, kita harus benar-benar hadir dan memperhatikan apa yang sedang kita alami. Otak tidak akan mengalami perubahan jika hanya menerima rangsangan secara pasif tanpa kesadaran penuh terhadap apa yang sedang diproses. Misalnya, saat kita membaca buku, mungkin ada suara penyedot debu di latar belakang.

Jika suara itu tidak penting bagi kita, otak akan mengabaikannya dan kita tetap fokus pada bacaan. Ini menunjukkan bahwa perhatian kita bekerja seperti filter – hanya informasi yang dianggap penting yang akan diolah dan mengaktifkan jalur tertentu dalam otak, sementara informasi lain yang kurang relevan akan tersaring secara otomatis. Dengan memahami cara ini, kita bisa mulai lebih sadar dalam memilih apa yang kita perhatikan, karena itulah yang akan membentuk pola berpikir dan pengalaman kita sehari-hari.

Ketika kita benar-benar fokus pada sesuatu, seluruh kesadaran kita tertuju pada hal itu, sementara informasi lain yang bisa saja diproses oleh indera dan tubuh kita menjadi terabaikan. Kita juga dapat menghalangi ingatan yang muncul secara acak, mencegah pikiran kita melompat ke berbagai hal seperti apa yang akan kita makan malam ini, kenangan tentang masa lalu, atau bahkan lamunan tentang teman tertentu. Dalam kondisi ini, kita mengarahkan pikiran kita hanya pada satu tujuan yang sudah kita tentukan sebagai hal yang penting. Tanpa kemampuan untuk memilih apa yang diperhatikan, manusia tidak akan bisa bertahan hidup karena akan terlalu banyak informasi yang harus diproses sekaligus.

Kemampuan untuk menyaring perhatian ini berasal dari lobus frontal otak, yang memungkinkan kita tetap fokus pada satu hal – seperti membaca halaman ini – dengan cara menonaktifkan bagian otak lain yang biasanya memproses suara, sensasi tubuh, atau bahkan rasa sakit. Ketika kita semakin mahir dalam mengarahkan perhatian ke gambaran mental yang kita ciptakan sendiri, kita sebenarnya sedang mengatur ulang cara kerja otak. Ini juga memudahkan kita untuk mengontrol bagaimana otak memproses rangsangan lain yang biasa kita alami sehari-hari. Dengan kata lain, perhatian adalah sebuah keterampilan yang bisa dilatih, dan semakin kita melatihnya, semakin baik kita dalam mengendalikan pikiran serta respons tubuh kita terhadap dunia di sekitar.

Ketika kita terus-menerus memperhatikan sesuatu – misalnya, berpikir positif, melatih ketenangan, atau fokus pada tujuan tertentu – jalur saraf yang terkait dengan pola pikir dan respons tersebut akan semakin kuat. Sebaliknya, pola pikir lama yang jarang digunakan akan melemah. Ini seperti membangun jalan baru di otak: semakin sering dilalui, semakin kuat jalurnya, dan semakin mudah bagi otak untuk secara otomatis memilih jalur tersebut di kemudian hari.

Secara mental dan emosional, kebiasaan fokus pada hal-hal tertentu juga dapat mengubah cara kita merespons situasi. Jika kita terbiasa melatih kesabaran dan melihat sisi baik dari sesuatu, otak kita akan membentuk pola pikir yang lebih tenang dan positif. Sebaliknya, jika seseorang sering memperhatikan hal-hal negatif, maka pola pikir pesimis akan semakin mengakar.

Puasa merupakan sarana yang sangat efektif untuk melatih kehadiran hati dan perhatian, yang pada gilirannya dapat membantu menyucikan jiwa dan merubah karakter. Puasa melatih kita untuk fokus pada tujuan spiritual yang lebih tinggi dengan mengarahkan perhatian kita secara sengaja pada ibadah dan refleksi diri, serta mengabaikan godaan duniawi yang bersifat sementara.

Ketika kita berpuasa, kita mengalihkan perhatian dari kebutuhan fisik dan berlatih untuk menjadi lebih sadar dan berhati-hati terhadap pikiran dan tindakan kita. Hal ini sejalan dengan konsep dalam ilmu saraf bahwa apa yang kita fokuskan secara berulang-ulang akan membentuk pola pikir kita dan mengubah cara kita merespons dunia di sekitar kita.

Selain itu, puasa membantu kita melatih kesabaran dan pengendalian diri, yang melibatkan lobus frontal otak kita, bagian yang bertanggung jawab atas kemampuan kita untuk memilih fokus dan mengendalikan emosi. Saat berpuasa, kita memilih untuk tidak memenuhi keinginan fisik kita, dan dengan demikian, kita melatih otak untuk lebih fokus pada hal-hal yang lebih bermakna, seperti memperbaiki hubungan dengan Sang Maha Sempurna, meningkatkan kesadaran diri, dan memperbaiki karakter kita. Seiring waktu, pola pikir yang lebih positif dan penuh kesabaran akan semakin kuat, sementara kebiasaan buruk dan impulsif akan melemah.

Puasa juga memperkuat kemampuan kita untuk hadir dalam momen saat ini, yang merupakan bagian dari latihan perhatian. Ketika kita sepenuhnya fokus pada ibadah dan menjalani setiap momen dengan kesadaran, kita sedang membentuk jalur saraf baru di otak yang mendukung kebiasaan positif, seperti ketenangan hati dan pikiran.

Puasa juga memberi ruang bagi kita untuk lebih sadar akan hubungan dengan Sang Maha Sempurna, karena saat tubuh merasa lemah, kita lebih mudah merenungkan kehidupan, bersyukur, dan memperbanyak doa. Puasa bisa menjadi alat yang sangat kuat untuk mengubah diri menjadi pribadi yang lebih baik.

Dengan cara ini, puasa bukan hanya mengubah tubuh kita secara fisik, tetapi juga memperbarui jiwa dan karakter kita, menjadikannya lebih dekat kepada Sang Maha Sempurna dan lebih siap untuk menghadapi tantangan hidup dengan sikap yang lebih sabar, bijak, dan penuh kasih.

@pakarpemberdayaandiri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *