KINERJAEKSELEN.co, Jakarta – Kembali mengemuka, wacana untuk menduetkan Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) menjadi pasangan capres dan cawapres pada pilpres 2024 mendatang. Wacana ini, kabarnya terlah disetujui oleh Prabowo Subianto.
Wacana untuk menduetkan dua tokoh politik nasional tersebut, kali pertama digulirkan oleh sejumlah kader dari Partai Gerindra dan kader dari PDI Perjuangan. Menurut informasi, pasal yang menghadang wacana ini, juga telah diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Munculnya wacana ini dibernarkan oleh Ghea Giasty Italiane, yang menjadi inisiator gerakan Sekretariat Bersama Prabowo-Jokowi. Mengutip dari detikcom, Ghea mengaku telah bergerilya menemui orang-orang yang dianggap dekat dengan Prabowo Subianto.
Ghea menyampaikan usulan kepada mereka, untuk menduetkan Prabowo Subianto yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pertahanan dengan Presiden Joko Widodo pada Pemilu 2024 mendatang. Prabowo Subianto sebagai Presiden dan Jokowi sebagai Wakil Presiden.
Ghea pun mengungkapkan, orang-orang dekat Prabowo yang juga petinggi Partai Gerindra menyambut positif usulan tersebut. Dan kabarnya, usulan ini pun telah dibahas dalam Rapat Pimpinan Nasional Partai Gerindra pada Jumat, 8 Agustus 2022 lalu.
“ Kalau dari pihak Pak Prabowo sih selagi itu baik dan memang itu keinginan masyarakat, beliau sih oke-oke saja,” kata Ghea, dilansir dari detik X.
Namun sangat disayangkan, Ghea tidak menyebut siapa orang-orang dekat Prabowo yang dimaksud. Namun ia memastikan, bahwa orang-orang itu perwakilan dari Prabowo Subianto.
Sekedar informasi, Gerakan Sekretariat Bersama Prabowo-Jokowi merupakan organisasi yang digagas oleh sejumlah kader dari Partai Gerindra dan kader PDI Perjuangan. Gerakan ini dideklarasikan pada Sabtu 15 Januari lalu di Jet Ski Cafe, di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, serta telah terdaftar secara resmi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada April 2022.
Secara politik, untuk memuluskan rencana ini, Sekber Prabowo – Jokowi berencana mengajukan judicial review Pasal 169 huruf n Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
Beleid dalam pasal ini, pada intinya melarang presiden atau wakil presiden dua periode baik berturut-turut maupun tidak-kembali mencalonkan diri pada jabatan yang sama.
Diktum tersebut, dianggap bertentangan dengan Pasal 7 Undang Undang Dasar 1945 yang menyebut bahwa Presiden dan Wakil Presiden boleh dipilih sekali lagi dalam jabatan yang sama setelah masa jabatannya berakhir.
Kedua pasal ini, menurut Ghea, dinilai masih ambigu seolah olah tidak ada tafsir letterlijk yang melarang atau membolehkan presiden atau wakil presiden dua periode untuk mencalonkan diri lagi pada jabatan yang berbeda. Misalnya, ucap Ghea, mantan wakil presiden mencalonkan diri sebagai presiden atau sebaliknya.
[nug/red]